Rabu, 27 Mei 2009

Dunia Kerja: Wanita, Antara Karir dan Rumah Tangga

GloriaNet - Di jaman teknologi informasi sekarang ini, sosok wanita karir yang sukses merupakan fenomena umum di kota-kota besar, sekalipun itu seorang ibu rumah tangga. Memang tidak sedikit wanita yang menjalani fungsi ganda, sebagai wanita karir maupun ibu rumah tangga. Bagi yang pandai menyiasati waktu, sukses di kedua bidang tersebut bukanlah hal yang mustahil. Namun bagi yang kewalahan membagi waktu, tak jarang harus mengalami salah satu kegagalan. Kondisi ini membuat wanita terpaksa harus memilih, rumah tangga atau karir.

Memang tidak mudah memainkan peran sebagai wanita karir atau wanita pekerja sekaligus ibu rumah tangga yang baik. Karena kedua dunia itu memiliki tuntutan dan konsekuensi yang sama beratnya. Banyak perusahaan menilai bahwa pegawai wanita kerap kurang profesional setelah menikah dan punya anak. Misalnya sering datang terlambat ke kantor dengan alasan mengurus rumah, suami, dan anak. Secara fisikpun wanita yang kelelahan mengurus rumah tangganya jadi sering tampil ‘berantakan’, wajah kuyu dan jarang tersenyum. Perusahaan pun sulit menuntut lembur ataupun menugaskan ke luar kota pada pegawai wanita yang sudah menikah dan punya anak. Seandainya ditugaskan, tak jarang mereka menolak karena alasan rumah tangga.

Namun, sejauh ini banyak wanita yang mengimpikan kesuksesan di kedua bidang yang saling berseberangan itu, sukses dalam karir dan bahagia di rumah tangga. Wanita dengan ambisi tersebut akan berusaha keras untuk mencapainya. Memang sulit meraih keduanya, tapi bukan tidak mungkin anda sebagai wanita dapat meraihnya. Lalu bagaimana caranya?

Sebelumnya, pertanyakan pada diri anda sendiri, hingga ke lubuk hati yang paling dalam. “Apakah saya masih ingin melanjutkan karir yang selama ini saya idamkan, walaupun saya telah berumah tangga..?”. Kalau jawaban anda “ya” berarti anda harus bersikap konsisten dan memiliki komitmen pada pilihan yang sudah anda tetapkan. Sikap ini dapat anda tunjukkan dengan bertanggung jawab penuh terhadap tugas-tugas yang dipercayakan perusahaan kepada anda tanpa melalaikan urusan rumah tangga. Dengan rasa tanggung jawab, anda tidak akan pernah merasa terbebani dengan tugas di kantor dan rumah. Jadikan bahwa pekerjaan adalah bagian dari rutinitas hidup anda. Sehingga anda akan mudah menikmati kedua peran, sebagai wanita rumah tangga dan wanita karir.

Hal penting yang harus anda lakukan adalah pengorganisasian dan pengaturan waktu seefisien mungkin. Dengan adanya dua peran yang harus dimainkan, anda perlu membuat ‘aturan main’ hingga kedua peran tersebut bisa dilakonkan sama baiknya. Belajarlah untuk membuat perencanaan yang terjadwal pada dua kegiatan yang berbeda, yaitu kegiatan rumah tangga dan kegiatan kantor. Tentunya anda harus mendelegasikan kegiatan di rumah pada orang lain, misalnya pada pembantu rumah tangga atau pada orang yang anda percaya mengurus rumah dan anak-anak anda. Untuk mengontrolnya, anda tetap bisa memantaunya dari kantor. Misalnya dengan meneleponnya setiap hari untuk menanyakan kondisi anak-anak dan rumah anda. Sehingga jika anda yakin situasi rumah aman terkendali, anda bisa lebih konsentransi dalam menyelesaikan tugas-tugas di kantor.

Jika perusahaan mengharuskan anda lembur atau tugas keluar kota, kalau tidak ada hal-hal yang lebih penting sebisa mungkin jangan menolaknya. Jelaskan pada suami, anak-anak dan pembantu rumah tangga tentang pekerjaan tambahan anda. Sampaikan pernyataan maaf anda karena waktu anda di rumah menjadi berkurang akibat pekerjaan tersebut. Jika harus keluar kota, selesaikan urusan rumah terlebih dulu. Pastikan semua kebutuhan rumah tangga telah terpenuhi. Dari luar kota jangan lupa untuk menghubungi orang-orang rumah dan kabarkan bahwa keadaan anda baik-baik saja. Dengan demikian selain suami dan anak-anak merasa lega karena anda dalam keadaan aman, anda pun merasa nyaman karena mengetahui kondisi mereka yang juga baik-baik saja.

Jangan pernah beranggapan bahwa wanita yang sudah menikah dan punya anak akan menurun produktifitas dan kinerjanya. Berusahalah untuk tetap produktif dengan tidak mendelegasikan tugas kantor pada rekan anda. Selesaikan semua pekerjaan hingga tuntas. Caranya adalah dengan membuat skala prioritas pekerjaan dan tidak menunda-nunda pekerjaan. Kerjakan tugas yang paling penting terlebih dulu, kemudian menyusul yang lain. Dengan skala prioritas, anda tidak akan pusing walaupun pekerjaan menumpuk di meja anda.

Anggapan yang juga perlu dijauhi adalah anggapan bahwa setelah berumah tangga, wanita akan terhenti karirnya. Biasanya orang menganggap wanita yang sudah menikah tidak bisa mencurahkan perhatian sepenuhnya pada pekerjaan. Buktikan kalau anda bisa merubah anggapan tersebut. Lebih bagus lagi jika anda tetap menumbuhkan minat untuk terus berkembang. Di samping itu, semangat kompetisi juga perlu dikembangkan. Diantaranya dengan banyak membaca dan mencari informasi yang berkaitan dengan bidang pekerjaan anda. Sehingga anda dapat melakukan pembaruan dan penyegaran ilmu serta wawasan, walaupun anda sudah berstatus ibu rumah tangga.

Manfaatkan waktu libur anda seefektif mungkin bersama keluarga. Tanggalkan urusan kantor jika anda tengah berkumpul bersama keluarga tercinta. Anda dapat melampiaskan kerinduan bersama keluarga dengan rekreasi, jalan-jalan atau hanya berkumpul di rumah. Jadikan waktu libur untuk ‘sharing’ dengan suami dan anak-anak. Sehingga ketika anda kembali bekerja, anda dapat lebih bersemangat. Satu hal lagi yang harus anda perhatikan, jangan tampil ‘lecek’ atau ‘kucel’, meskipun anda lelah mengurus rumah tangga. Tampilkan citra profesional setiap kali anda berangkat ke kantor dengan mengenakan busana yang sesuai dan menampilkan wajah yang segar serta percaya diri. Sehingga anggapan bahwa ibu rumah tangga tidak bisa tampil profesional di kantor, tidak berlaku untuk anda.

Dengan mencoba melakukan hal-hal di atas, diharapkan dapat membantu wanita untuk memainkan dua peran sekaligus, ibu rumah tangga dan wanita karir. Selebihnya gunakan ‘kecerdasan’ anda untuk menyelesaikan setiap masalah yang anda hadapi. Selamat menjadi wanita yang sukses di rumah dan kantor…! (GCM/Astaga!)

Mengundurkan Diri dengan Elegan

Hari yang telah Anda tunggu-tunggu itu akhirnya tiba juga. Akhirnya Anda dapat keluar dari
pekerjaan yang selama ini sangat Anda benci. Dalam atmosfir yang dipenuhi kebencian
terhadap atasan, pekerjaan Anda atau malah kedua-duanya, pasti ada keinginan dalam diri
Anda untuk mewujudkan fantasi yang selama ini telah direncanakan : memberitahu atasan
Anda bagaimana tidak becusnya ia dalam mengatur bawahan, membocorkan pada rekan-rekan
kerja tentang siapa-siapa saja yang pernah membicarakan mereka dan apa saja yang pernah
dibicarakan, atau mengambil persediaan kertas folio di gudang untuk dibawa pulang. Anda
mungkin berpikir : toh saya juga akan segera keluar dari tempat itu, jadi nggak ada salahnya
kan memanfaatkan kesempatan itu?
Salah besar. Cara Anda mengundurkan diri secara tidak langsung akan mempengaruhi karir
Anda di masa depan. Tahan amarah Anda dan jangan berusaha membalas, tapi keluarlah dari
pekerjaan tersebut dengan keprofesionalan yang masih terjaga. Berikut adalah hal-hal yang
harus dipertimbangkan.
1. Berpikir jangka panjang
Jangan sampai Anda mengeluarkan komentar-komentar yang menjelek-jelekkan atasan
atau rekan kerja di tempat lama. Meski dorongan tersebut sangat kuat (dan sangat
menyenangkan bila bisa melakukannya), perlu diingat bahwa apa yang telah diucapkan
tidak dapat ditarik kembali. Kata-kata tersebut (seandainya terdengar oleh orang lain)
akan selalu teringat dan mungkin suatu saat akan sampai ke orang yang Anda jelekjelekkan.
Selain Anda masih membutuhkan tempat kerja lama sebagai referensi, masih
ada kemungkinan Anda akan bertemu dengan rekan kerja baru yang memiliki
hubungan dengan kantor lama — baik sebagai klien, supervisor, atau (yang lebih parah
lagi) teman dekat dari salah seorang rekan kerja Anda di tempat lama.
2. Berpikir rasional
Berhenti kerja dapat menjadi pengalaman bernuansa penuh emosi baik bagi Anda
maupun atasan (yang mungkin selama ini memperlakukan Anda dengan semenamena).
Atasan mungkin akan merasa kaget, marah atau melakukan pembelaan diri
(dan menganggap kesalahan sepenuhnya ada di tangan Anda). Meski ketegangan
mungkin terjadi, tahan emosi dan tetaplah berlaku sebagai seorang profesional. Dengan
berhenti, Anda sebenarnya telah berhasil membalas perlakuannya. Bayangkan, berapa
lama yang akan dibutuhkan untuk mencari sampai melatih orang baru hingga dapat
benar-benar mengisi posisi Anda?
3. Berpikir ke depan
Buat surat dengan singkat, to the point dan mencantumkan tanggal kapan Anda akan
efektif berhenti bekerja. Jangan mengirim melalui email, tapi langsung datangi
staf/orang yang berkepentingan dan serahkan surat tersebut. Berhati-hatilah sebab
mungkin saja begitu menyerahkan surat pengunduran diri, Anda akan langsung disuruh
membereskan meja Anda dan digelandang keluar kantor. Oleh karena itu sangatlah
penting mengemasi barang-barang Anda beberapa hari sebelum (misalnya seminggu)
sebelum berhenti. Kumpulkan barang-barang yang mungkin dapat berguna suatu hari
misalnya alamat email, kartu-kartu nama dari klien, rekan kerja atau supervisor, atau
informasi yang Anda butuhkan mengenai proyek yang sedang Anda kerjakan. Sebab
begitu Anda menginggalkan kantor untuk terakhir kalinya, barang-barang tersebut
tidak bisa diambil lagi.
4. Berpikir positif
Seandainya dulu pekerjaan lama Anda diwarnai masa-masa sulit (dan menyebalkan),
mungkin akan sedikit sulit untuk tidak berkomentar/bercerita mengenai masa-masa
tersebut. Namun membawa beban (dan kekesalan) lama ke pekerjaan baru hanya akan
merusak reputasi Anda. Atasan atau rekan baru Anda pastinya tidak ingin
mendengarkan keluhan mengenai pekerjaan lama Anda. Lupakan deh mimpi buruk
Anda yang dulu, lagipula toh sekarang sudah ada pekerjaan baru. Hadapi masa-masa
transisi tersebut dengan seprofesional mungkin dan songsonglah kesempatan emas di
pekerjaan baru yang ada di depan Anda

Investasi pada Perangkat Kerja

Kita perlu bisa diakses dan perlu berkomunikasi diluar waktu kerja biasa.
Sudah tidak jamannya lagi, kita dengar seorang beralasan: “ oh telpon saya low bat “
Bisa saja orang berkomentar terhadap sikap kita: ”Masakan mengelola batere satu telpon saja tidak bisa...”.
Mengoptimalkan fungsi ponsel, komputer, dan perangkat kerja lainnya merupakan suatu keharusan.